Pernah ngga sih kamu merasa ngga bisa paham sama kemauan diri sendiri? Atau sepersekian detik dalam harimu, mempertanyakan “tepat ngga ya apa yang aku lakuin?” “kenapa sih aku ngga bisa se-bijak, se-pintar, se-menyenangkan, se-rupawan, -dan segala macam se_lainnya- kayak mereka?” atau pernahkah terlintas pertanyaan “Esok, akan jadi seperti apa aku?” Nah kalau pertanyaan-pertanyaan serupa itu muncul dari dalam dirimu, selamat! Itu artinya kalian punya keinginan untuk berubah. Karena saat kalian mulai mempertanyakan diri kalian, itulah tahap awal dari perubahan. Mempertanyakan kehidupanmu bukan sesuatu yang salah kok, bukan berarti kalian ngga bersyukur. Bahkan itu jadi pertanda kalau kalian butuh perubahan.
Lalu? Apa perubahan itu baik? It’s depend on you, darl. Ke jalan mana kamu mencari jawaban atas pertanyaanmu itu. Somepeople, malah stuck dalam pertanyaan-pertanyaan itu. Bukannya mencari jawaban, mereka malah kalut sama pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri. Lalu, mereka give up dengan dalih “yasudahlah, semua orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing kok. dan ini, kekuranganku.” No babe, That’s not a solve. No. That’s mental block!
Karena aku yakin 100%, orang-orang yang mengatakan kalimat itu, in real life, lebih banyak menemukan kekurangan dirinya dari pada kelebihan yang dimiliki. Lalu, Setelah mereka meng-iya-kan kekurangannya itu, secara ngga sadar, mereka mulai menyalahkan diri mereka atas keadaan negatif –yang bahkan mereka sendiri sebenarnya bisa merubahnya-. Seperti “ternyata aku punya sedikit teman ya? ah iya ya aku kan orangnya susah beradaptasi” atau “aku susah aktif di kelas nih.. iyalah aku kan tipe orang yang ngga suka jadi pusat perhatian orang”. See? Dan kita pikir kita mengenal diri sendiri? Big No. Itu judgemental. Hati hati guys jangan terjebak dengan persepsi mu sendiri. Bukan kekurangan yang menghambatmu, bukan kesempatan yang ngga kamu miliki. Bcause you just blow your choices, When you start to blaming yourself. And your stigma is a real problem. Stigma dirimu tentang konsep dirimu-lah yang menghambatmu.
Jadi, penuhilah diri sendiri dan hargai kebutuhan batinmu. Bisa jadi, selama ini kita terlalu fokus untuk mengontrol diri kita dan kehidupan kita, alih-alih menghargai diri. Dan inilah titik yang harus dibenahi. Karena saat kita berusaha mengontrol diri, kita cenderung membuat batasan-batasan buat diri kita sendiri. Mulai deh tuh kita buat list dos and dont’s. Contoh kecilnya nih, kita sering nahan emosi marah di depan orang lain. Hanya karena ngga mau di-label-i pemarah. Mungkin kita berhasil nahan amarah, Pada saat itu. Tahu ngga? Amarah-amarah itu ngga pernah bener-bener ilang. Amarah-amarah itu kita repress (tekan) ke dalam diri kita –salah satu bentuk pertahanan diri kita-. Then, congrats darl, you successfully create your own time bomb! Cuma nunggu waktu aja, and BOOM! timbunan amarah itu meledak. Akhirnya, siapa yang jadi korban? Orang-orang disekitar, dan diri kita sendiri. Karena perasaan bersalah, mulailah kita nyalahin diri sendiri lagi. Dan mulai lagi tuh kita buat batasan-batasan diri. Lagi, lagi dan lagi, saat kita melanggar batasan yang kita buat sendiri, we hurt our self. Yap siklus yang berulang. Hanya karena kita mati-matian mengontrol diri kita sendiri.
Beda cerita saat kita berusaha menghargai diri sendiri. Menghargai, artinya kita aware sama apa yang tubuh dan mental kita butuhkan. Saat sesuatu ngga berjalan sesuai ekspektasi, alih-alih marah, kita paham kalau kita punya pilihan-pilihan lain untuk bereaksi. Dan kita mulai berpikir, “buat apa aku marah? Kalau aku marah, yang paling terlukai adalah aku. Dan aku ngga sanggup lihat diriku sendiri terluka. I love myself. I do really respect myself. And I treat myself good. Bcause I am mine.”
Meminjam kalimat dalam buku yang berjudul sama dengan tulisan ini,
"kejujuran datang dari pengenalan diri yang mendalam, pengenalan yang bersemayam di hati, di dalam jiwa, di dalam perasaan. Sebagian dari kita tumbuh dengan lapis-lapis 'harus' dan 'seharusnya' yang bertentangan dengan apa yang berusaha disampaikan oleh hati dan intuisi kita kepada kita." (Spadare, 2009, p. 130)
Yang ingin ku sampaikan adalah, you should stop to controlling yourself. Sudah cukup dengan perangai "aku harus begini, aku harusnya begitu" you have no limits. feel it, believe it, and be it. Perasaan mu adalah bagian utuh dari sistem internalmu. Terkadang, situasi membuat perasaan kita terhimpit. Ya, jeritannya kadang ngga terkendali. Dan Ya, situasi kadang mengharuskan kita berbalik melawan keinginan kita. Tapi, bukan berarti kita harus mengingkari perasaan kita. Sangat penting mengevaluasi perasaan kita sehingga kita bisa membuat pilihan yang cerdas secara emosional dan rasional dalam setiap situasi -terinspirasi dari buku respect yourself-
Jadi, para human being yang budiman, tekankan pada diri kita sendiri bahwa kita adalah para kreator. Kita memilih sendiri bagaimana kita membentuk hidup kita. Terus semangat membenahi diri, jadilah versi terbaik dari dirimu!
With Love, Little Human Being :)
Komentar
Vani : makasii dukungannya Mak ����